Minggu, 06 Maret 2011

Ketika Pluto Digugat & Implikasi Perubahan Status Pluto

Setelah 76 tahun menyandang predikat planet, kini Pluto dianggap sebagai bukan planet, walau punya sebutan planet kerdil atau planet katai (dwarf planet). Perhimpunan Astronomi Internasional (International Astronomical Union, IAU) melalui mekanisme voting pada akhir sidang umumnya di Praha, Ceko, pada 24 Agustus 2006 membuat definisi baru tentang planet yang akhirnya mengeluarkan Pluto dari kelompok planet. Jadi, kini keluarga tata surya dikelompokkan menjadi tiga kelompok:  planet (8), planet kerdil (kini ada 3, mungkin terus bertambah menjadi puluhan), dan benda kecil tata surya (komet, asteroid, dan benda kecil lainnya yang jumlahnya sangat banyak). Terminologi planet minor untuk asteroid kini dihapuskan.

Mengapa status pluto mesti digugat? Pendefinisian ulang tentang planet diperlukan agar tidak membingungkan masyarakat astronomi dan masyarakat umum. Sejak tahun 1990-an perkembangan astronomi sistem planet demikian pesat yang telah mengaburkan definisi awal tentang planet.

Penemuan planet-planet di luar tata surya yang mempunyai beberapa kesamaan sifat dengan objek katai coklat (bakal bintang yang gagal bersinar) menambah rumitnya mendefinisikan planet.

Perdebatan tentang status Pluto dipicu oleh penemuan objek yang diklasifikasikan sebagai “objek lintas Neptunus” (Trans-Neptunian Objects, TNO), yaitu objek tata surya yang mengorbit melintasi atau di luar orbit planet Neptunus. Sampai akhir 1990-an telah ditemukan hampir 100 TNO, kini jumlahnya terus bertambah.

Penemuan TNO diawali oleh D. Jewitt dan J. Luu. Pada 1992 mereka menemukan objek yang dinamakan QB1. Objek itu diklasifikasikan bukan planet, bukan asteroid, juga bukan komet. Objek itu mempunyai kemiripan dengan sifat-sifat dinamika Pluto.  Pluto kurang cocok dianggap sebagai planet, seperti delapan planet lainnya.

Tetapi, terlalu besar bila digolongkan sebagai TNO. Namun, divisi III IAU yang membidangi sains sistem planet cenderung menggolongkannya sebagai TNO, berdasarkan kedekatan ciri-ciri dinamikanya.

Namun sejak 2002 ditemukan objek-objek yang cukup besar sehingga diusulkan sebagai planet baru, yaitu Quaoar, Sedna, and Xena (nama informal bagi objek 2003 UB313). Diskusi panjang sejak 1990-an tentang status Pluto dan objek-objek baru serupa planet lainnya akhirnya diputuskan dalam voting  IAU dalam 2006 lalu, pluto bukan planet.

Pluto Memang Aneh
Wajar Pluto digugat. Aneh kalau Pluto dipertahankan sebagai planet. Pluto berbeda dengan kedelapan planet lainnya. Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus mempunyai ciri-ciri yang mirip dan sifat-sifatnya bisa dijelaskan dari proses pembentukan tata surya.

Empat planet pertama disebut planet keluarga bumi karena komposisinya mirip bumi, terutama terdiri dari batuan silikat dan logam. Empat planet berikutnya disebut planet keluarga Jupiter yang merupakan planet raksasa dengan komposisi utamanya adalah unsur-unsur ringan (Hidrogen, Helium, Argon, Karbon, Oksigen, dan Nitrogen) berbentuk gas atau cair.

Planet-planet keluarga bumi hanya terbentuk dari materi padat yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat. Sedangkan Jupiter dan planet-planet raksasa lainnya terbentuk dari planetesimal (bakal planet) besar, antara lain akibat turut terkondensasinya es air, sehingga mampu menangkap gas, terutama Hidrogen dan Helium.

Pluto terdiri dari batuan dan es. Diperkirakan komposisinya terdiri dari 70% batuan dan 30% es air. Atmosfernya sangat tipis terdiri dari nitrogen, karbon monoksida, dan metan yang hampir selalu berupa gas beku. Kondisi ini aneh bila dibandingkan dengan proses pembentukan planet keluarga Jupiter. Semestinya semakin jauh dari matahari, bila proses pembentukannya sama, akan terbentuk planet gas juga yang tergolong besar ukurannya.
Keanehan lainnya, pluto berukuran sangat kecil dibandingkan planet-planet lainnya.

Diameternya hanya setengah diameter Merkurius atau dua pertiga diameter bulan. Bidang orbitnya juga sangat menyimpang (inklinasinya 17 derajat) dari bidang orbit rata-rata planet (inklinasi rata-rata 2 derajat). Lintasan orbitnya pun yang paling lonjong.

Pluto ditemukan dari keberuntungan yang bersumber dari kesalahan perhitungan Percival Lowell tentang gangguan orbit planet Uranus dan Neptunus pada awal 1900-an. Menurut dia, mestinya ada planet pengganggu di luar orbit Neptunus. Tidak menyadari adanya kesalahan perhitungan Lowell, Clyde Tombaugh dengan gigih mencari planet pengganggu di sekitar posisi yang disebutkan oleh Lowell.

Pencarian Tombaugh tak sia-sia. Februari 1930, dia menemukan objek yang akhirnya dikenal sebagai planet Pluto. Walaupun belakangan diketahui bahwa Pluto terlalu kecil untuk dapat disebut pengganggu planet raksasa Uranus dan Neptunus. Kenyataan ini yang kemudian membangkitkan minat astronom mencari planet ke-10, planet-X. Hasilnya nihil.

Memang, hasil pengamatan akurat pesawat Voyager tahun 1980-an tentang massa Neptunus akhirnya menunjukkan bahwa tidak ada yang aneh dengan orbit planet Neptunus. Pluto atau Planet-X tak perlu ada untuk menjelaskan gangguan orbitnya. Tetapi Pluto terlanjur ditemukan dan telah diakui sebagai planet selama 76 tahun.

Definisi Planet
Dengan pengamatan mata, benda terang di langit terbagi menjadi dua: bintang tetap yang umumnya diasosiasikan dengan rasi-rasi bintang dan ”bintang” yang berpindah. Bintang yang berpindah bisa berupa bintang berekor (komet), bintang jatuh (meteor), atau bintang berjalan di sekitar rasi-rasi bintang.

Dahulu orang menyebut bintang yang berjalan itu sebagai ”pengembara” yang dalam bahasa Yunani disebut planet. Sekarang diketahui bahwa “bintang” pengembara itu sebenarnya adalah benda tata surya yang mengelilingi matahari, sehingga tampak bergerak relatif terhadap bintang-bintang yang diam.

Dari fisik hasil pengamatan, kemudian planet didefinisikan sebagai benda langit yang mendapatkan cahayanya dari matahari. Definisi ini untuk membedakannya dari bintang yang cahayanya bersumber dari reaksi nuklir di intinya. Definisi sederhana ini yang kini banyak digunakan di buku-buku pelajaran. Tidak salah, hanya tidak tepat, karena masih banyak objek langit lainnya yang bersifat seperti itu.

Dengan definisi seperti itu, semua objek tata surya bisa dianggap sebagai planet. Komet, sebagai “bintang berekor” juga memenuhi definisi tersebut, karena sumber cahayanya hanya berasal dari cahaya matahari. Asteroid yang mengorbit di antara Mars dan Jupiter juga memenuhi definisi ini.

Dengan bentuk yang beraneka ragam, semua asteroid hanya memantulkan cahaya matahari. Ceres sebagai salah satu asteroid terbesar yang ditemukan 1801 memang sempat menikmati status planet selama tujuh tahun, tetapi kemudian dianggap bukan planet.

Kisah pencoretan Ceres sebagai planet setelah 7 tujuh tahun pun mirip dengan kisah pencoretan Pluto sebagai planet setelah 76 tahun. Dulu Ceres dianggap sebagai planet yang “hilang” menurut hukum Bode yang terletak di antara Mars dan Jupiter. Tetapi kemudian dipertanyakan karena  ternyata Ceres bukanlah sebuah planet yang besar. Apalagi setelah ditemukan banyak objek sejenis, yang kemudian dikenal sebagai asteroid. Maka Ceres kemudian dinyatakan bukan planet, tetapi asteroid.

Sejarah memang berulang. Dulu Ceres dicoret sebagai planet lalu dikelompokan dalam planet minor (minor planet), mirip dengan Pluto yang dicoret sebagai planet lalu masuk kelompok planet kerdil (dwarf planet).  Selama seratus tahun lebih hanya  dikenal dua kelompok: planet (yang berukuran besar) dan planet minor (asteroid, yang berukuran kecil). Ketika ditanyakan batasan besarnya antara planet dan planet minor, tidak ada kejelasan.

Batasan besarnya  untuk membedakan klasifikasi planet dan asteroid tidak didasarkan pada pertimbangan fisika, tetapi tampaknya berdasarkan pertimbangan praktis untuk tetap menganggap Ceres sebagai asteroid dan Pluto sebagai planet. Selama puluhan tahun digunakan diameter sekitar 1000 – 2000 km sebagai batasannya.

Dengan ditemukannya objek-objek baru yang diusulkan sebagai planet, masyarakat astronomi dituntut untuk memberi batasan atau definisi hakikat planet. Selama tujuh tahun sejak 1999 diskusi resmi di IAU tentang definisi planet belum mencapai kata sepakat, termasuk pada saat terakhir sudang umum IAU baru lalu.

Ada usulan untuk menunda lagi pendifinisiannya. Ada banyak usulan. Definisi. Ada definisi berdasarkan batasan massanya, ada yang berdasarkan batasan gravitasinya yang dapat mempertahankan struktur bulatnya, atau berdasarkan dinamika massa total dominan di sekitar orbitnya.

Kini IAU telah membuat definisi baru tentang planet. Planet adalah benda langit yang
(1)  mengorbit matahari,
2)   mempunyai massa yang cukup bagi gaya gravitasinya untuk mengatasi gaya-gaya luar lainnya sehingga dengan kesetimbangan hidrostatiknya mempunyai bentuk hampir bulat, dan
(3) telah menyingkirkan objek-objek lain di sekitar orbitnya. Rumusannya dapat juga disederhanakan menjadi, planet adalah benda langit yang mengitari matahari, bentuknya bulat, dan merupakan satu-satunya objek dominan di orbitnya.

Dengan definisi itu Pluto tersingkir, karena di sekitar orbitnya banyak juga objek sejenis berupa TNO. Ceres pun yang sempat diusulkan lagi jadi planet bersama Charon dan Xena jadi tersingkir karena di sekitar orbitnya banyak terdapat asteroid. Jupiter walau pun di orbitnya ada asteroid Troyan, tetapi massa Jupiter masih dominan. Demikian juga bumi yang di orbitnya masih ada objek dekat bumi (Near Earth Objects, NEO), massanya masih dominan. Tidak seperti Ceres dan Pluto yang massanya kecil.

Planet kerdil walau pun mengandung nama ”planet” bukanlah planet, sama halnya dengan penamaan asteoroid sebagai planet minor. Planet kerdil didefinisikan sebagai benda langit yang
(1) mengorbit matahari,
(2) mempunyai massa yang cukup bagi gaya gravitasinya untuk mengatasi gaya-gaya luar lainnya sehingga dengan kesetimbangan hidrostatiknya mempunyai bentuk hampir bulat,
(3) belum menyingkirkan objek-objek lain di sekitar orbitnya, dan
(4) bukan satelit.

Dengan definisi itu baru Pluto, Ceres, dan Xena yang masuk dalam kelompok planet kerdil. Charon yang sebelumnya diusulkan sebagai planet ganda berpasangan dengan Pluto, tidak dimasukkan sebagai planet kerdil karena berstatus sebagai satelit Pluto. Di luar planet dan planet kerdil, objek tata surya lainnya seperti komet, asteroid, TNO, NEO, dan lainnya dikelompokan sebagai ”benda kecil tata surya” (Small Solar System Bodies).

Implikasi
Pencoretan nama Pluto yang secara klasik sudah dianggap sebagai planet tentu mempunyai implikasi, terutama pada dunia pendidikan, baik formal di sekolah-sekolah maupun pendidikan publik semacam planetarium. Setidaknya buku-buku terkait dengan tata surya perlu direvisi.

Demikian juga dengan alat peraga model planet dan poster-poster. Dengan alasan itu ada juga penerbit ensiklopedia yang menunda penerbitannya sampai adanya keputusan sidang umum IAU agar dapat menyajikan informasi terbarunya. Nantinya, buku-buku yang masih mencantumkan pluto sebagai planet akan dengan mudah dianggap sebagai buku kadaluwarsa.

Banyak planetarium mulai bersiap merevisi alat peraga dan poster-posternya. Pembuat perangkat lunak astronomi, seperti Space Update, paling cepat melakukan revisi dan mulai menyebarkannya kepada para langganannya.

Selain kerumitan revisi, ada juga sisi positifnya, yaitu menyederhanakan pemahaman tentang planet dan memberikan kepastian. Tampaknya jumlah 8 planet bisa dianggap sebagai jumlah final, tidak akan bertambah lagi. Ini memberi kepastian, tidak dihinggapi kekhawatiran akan munculnya nama-nama planet baru yang memaksa revisi buku dan alat-alat peraga.

Mungkin juga baru berubah 700 tahun lagi, kalau merujuk pada angka istimewa perubahan status Ceres setelah 7 tahun dan Pluto setelah 70 tahun (kalau dihitung sejak diskusi intensif pada awal tahun 2000). Perburuan planet baru bukan lagi tujuan para astronom pengamat langit. Kini peluang terbesar adalah menemukan planet kerdil yang diduga jumlahnya sangat banyak. TNO akan menjadi tantangan untuk menemukan planet kerdil, ukurannya kecil tetapi jumlahnya banyak.

Sebelumnya TNO secara umum digolongkan sebagai planet minor, seperti halnya asteroid. Keberadaan TNO mulanya diusulkan oleh G. P. Kuiper pada 1951 berdasarkan argumentasi bahwa semestinya materi-materi dari piringan nebula pembentuk tata surya berkurang secara gradual ke arah tepi piringan.

Usulan ini kemudian diperkuat oleh analisis dinamika komet-komet periode pendek yang menunjukkan bahwa komet-komet itu berasal dari “sarang” komet yang terletak di luar orbit Neptunus. Kawasan “sarang” komet yang diduga berisi sekitar 35.000 objek batuan mengandung es itu kini dikenal sebagai sabuk Kuiper.

TNO menjadi nama umum untuk objek dari sabuk Kuiper dan  objek berorbit lonjong yang melintasi orbit Neptunus. Para astronom membagi TNO dalam dua kelompok besar: objek berorbit lingkaran (objek sabuk Kuiper) dan objek berorbit lonjong berperiode 1,5 kali periode orbit Neptunus yang disebut objek Plutinos atau Plutonian, dengan Pluto sebagai contohnya.

Ya, Pluto si bungsu yang aneh dalam kelompok planet, kini telah telah ditempatkan pada posisi seharusnya menjadi pemimpin kelompok baru, planet kerdil.


( T. Djamaluddin, Peneliti Utama Astronomi, LAPAN Bandung )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar