Kamis, 17 November 2011

Sejarah Ringkas Amsal


Kitab Perjanjian Lama terdiri dari tiga bagian besar yaitu Torah, Nebi’im, dan Ketubim. Dimana ketiganya memeliki ciri khas tersendiri. Bentuk ketiga yaitu Ketubim merupakan kumpulan tulisan-tulisan lain yang dianggap penting sehingga masuk ke dalam kanon. Dalam ketubim terdapat tulisan-tulisan kebijaksanaan (wisdom writings), yaitu terdiri dari Amsal, Pengkotbah, Ayub, dan juga terdapat dalam tulisan Aprokrif Ben Sirakh serta Kitab Kebijaksanaan Salomo.
Tulisan-tulisan kebijaksaan ini bertujuan untuk mengakomodir kehidupan yang berciri khas kepada suatu keteraturan. Keteraturan yang di maksud ialah kehidupan yang harmoni dalam hubungan manusia sebagai aktor sosial. Bentuk keteraturan yang diharapkan ini, di bentuk melalui tulisan sastra yang bermuatan nasihat-nasihat kehidupan. Menurut Gottwald bentuk sastra ini berkembang melalui tiga cara yaitu; pertama melalui orang tua (leluhur) dan konselor dalam suku-suku (telah dimulai sejak jaman konfederasi suku-suku), lalu kedua melalui para imam dan penulis kerajaan (penulisan dimulai sejak jaman kerajaan bersatu), ketiga melalui orang-orang yang bukan imam tetapi paham mengenai hukum Musa.
Dan menurut Gottwald yang paling mungkin menulis sastra ini ialah penulis kerajaan (goverement scribe). Kaum ini bagi Gottwald ialah orang-orang yang tidak hanya menaruh perhatian kepada karir mereka saja tetapi juga memberikan keprihatinan kepada masalah tatanan sosial demi cita-cita keteraturan hidup. Kebijaksanaan ini ada dalam tiga kitab di atas, dan secara khusus akan di bahas mengenai Amsal.
Amsal merupakan bentuk sastra kebijaksanaan yang paling tua dan sederhana. Berisi mengenai nasihat-nasihat untuk hidup benar sesuai tata cara kehidupan yang di kehendaki oleh Allah. Amsal berasal dari kata Ibrani Masyal, yang merupakan singkatan dari Misyle syelomoh. Kitab ini langsung menyentuh kepada aspek fundamental kehidupan manusia. Dimana nilai-nilai kehidupan sosial yang sangat bersifat opsional tidak otoritatif guna menjalankan bentuk kebijaksanaan itu. Amsal memberikan pilihan-pilihan etis mengenai suatu komparasi realitas (contoh: dari pada membunuh lebih baik hidup penuh kasih).
Pilihan etis ini bersifat perogratif, dimana pembacalah yang berwenang menentukan pilihan atas keputusan apakah akan menerima etika dari kebijaksanaan itu. Amsal pada dasarnya tidak sekalipun menyinggung sejarah Israel dan kehebatan Allah mereka kepada bangsa ini. Tujuan utamanya hanyalah sebuah petuah etis demi keteraturan hidup primodial. Tetapi tidak salah juga apabila di lihat sesuatu realita yang cukup menarik mengenai tulisan yang bertujuan kepada keteraturan ini. Ialah kemungkinan tahun penulisan kitab-kitab ini yaitu menurut Gottwald yang di adaptasi Titaley dalam tabel Domain Sosio Historis, kitab ini di tulis pada masa Persia atau setelah orang Yahudi di buang di Babylonia.
Koresh yang memberikan kemerdekaan terbatas dalam sebuah otonomi khusus bagi daerah jajahannya menghendaki adanya keteraturan dalam tatanan kerajaan otonom itu. Dengan memberikan kuasa kepada imam-imam Zadok dan Zerubabel maka orang-orang Yahudi merdeka secara terbatas. Mereka di kembalikan ke Palestina tetapi harus hidup di bawah cita-cita Persia. Akan tetapi bentuk sastra seperti ini sudah ada sejak sebelum Israel menjadi kerajaan dan bahkan sastra dengan bentuk yang sama sudah berkembang juga di seluruh wilayah Mesopotamia dan Mesir.
Artinya bentuk sastra ini tidak hanya menjadi milik bangsa Yahudi saja tetapi telah ada sebagai sebuah bentuk sastra yang umum. Kemudian sisi opsional dari kitab ini menjadi bagian yang sangat menarik. Mungkin bagi sebagian orang Kristen Amsal di anggap sebagai kitab aturan Allah selain hukum taurat. Sebagai hukum tentu memiliki sifat terikat dan otoritatif. Tetapi pada kenyataannya Amsal tidaklah demikian adanya. Amsal merupakan nasihat yang penuh dengan pilihan-pilihan untuk melakukan sesuatu berdasarkan hikmat Allah. Hikmat sendiri merupakan bentuk kebijaksanaan yang memerlukan pengertian.
Artinya dalam melakukan sesuatu hal harusnya di pahami mengenai dampak yang mengikuti. Sehingga orang mampu memilih untuk melakukan yang baik dan benar serta tepat sesuai cita-cita dari nilai etika yang Allah berikan melalui Amsal. Jadi bagi saya, hendaklah pembaca Amsal jangan terkurung dalam pemikiran lurus bahwa Amsal ialah kitab Hukum. Amsal sekali lagi memberikan penawaran-penawaran bagi orang muda bahkan setiap orang. Inilah yang harus di sadari betul oleh pembaca kitab Amsal baik teolog maupun awam. Bahkan menurut Titaley Amsal tidak ada sangkut pautnya dengan doktrin agama Yahudi.
Amsal ialah kitab etika bukan kitab hukum agama. Amsal merupakan destinasi kekecewaan orang Yahudi atas agamanya. Karena setelah mereka terjajah mereka baru menyadari bahwa Tuhan bangsa lain ialah Tuhan yang juga kuat. Jadi tidak hanya YHWH saja yang menjadi utama di dunia seperti yang mereka anggap sebelum mereka di taklukan kerajaan besar seperti Babylonia dan Persia. Bahkan mereka terjajah sampai masa Yesus lahir (meskipun pernah merdeka sejenak saat wangsa Hasmonian berkuasa).
Oleh karena itu untuk hidup baik agaknya orang Yahudi telah menyadari bahwa tidak hanya agama yang dapat menyediakan jalan benar. Tetapi sesuatu di luar agama pun mampu menata hidup mereka untuk tujuan baik dan benar yaitu sebuah pedoman etika. Ituah yang menjadi latar belakang mengapa Amsal ini begitu penting bagi bangsa Yahudi setelah mereka di buang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar