Minggu, 13 Juli 2014

Paus (Katolik Roma)



Paus (dari bahasa Belanda: paus; bahasa Latin: papa, "ayah", dari bahasa Yunani: πάππας, pappas, "ayah") adalah Uskup Roma, pemimpin spiritual Gereja Katolik, dan kepala negara Kota Vatikan. Komunitas beriman yang mengakui Suksesi Apostolik menganggap Uskup Roma sebagai penerus St. Petrus. Demikian pula umat Katolik meyakini bahwa paus adalah Wakil Kristus, sedangkan komunitas-komunitas beriman lainnya tidak mengakui Primasi Petrus di antara para uskup. Jawatan paus disebut "kepausan"; yurisdiksi gerejawinya disebut "Tahta Suci" (bahasa Latin: Sancta Sedes) atau "Tahta Apostolik" (disebut Tahta Apostolik atas dasar hikayat kesyahidan Santo Petrus dan Santo Paulus di Roma).

Para uskup terdahulu yang menduduki Tahta Keuskupan Roma digelari "Wakil Petrus"; di kemudian hari para Paus diberi gelar yang lebih berwibawa yakni "Wakil Kristus"; gelar ini pertama kali digunakan oleh Sinode Romawi pada tahun 495 untuk menyebut Sri Paus Gelasius I, seorang penganjur supremasi kepausan di antara para patriark. Menurut sumber-sumber yang ada, Marselinus (wafat 304) adalah Uskup Roma pertama yang menggunakan gelar Paus. Pada abad ke-11, setelah Skisma Timur-Barat, Gregorius VII menyatakan istilah "Paus" dikhususkan bagi Uskup Roma.
 
 
Yang menjabat sebagai Paus saat ini (yang ke-266) adalah Paus Fransiskus, yang terpilih dalam Konklaf Kepausan 2013 pada tanggal 13 Maret 2013, menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengakhiri kepausannya pada tanggal 28 Februari 2013 melalui pernyataan pengunduran diri. Selain pelayannya dalam bidang spiritual ini, paus sekaligus adalah Kepala Negara Merdeka dan Berdaulat Kota Vatikan, yaitu sebuah negara-kota yang seluruhnya dikelilingi oleh Kota Roma, ibukota Negara Italia. Sebelum tahun 1870, otoritas temporer paus meliputi wilayah yang luas di Italia tengah: daerah teritorial Negara Kepausan. Kepausan memegang kedaulatan atas Negara Kepausan sampai penyatuan Italia pada tahun 1870; kesepakatan politik dengan pemerintah Italia baru tercapai pada Perjanjian Lateran pada tahun 1929.


Selama seribu tahun, para paus sangat berkuasa di Eropa Barat, memahkotai kaisar-kaisar (Charlemagne adalah kaisar pertama yang dimahkotai oleh seorang paus), serta menyelesaikan perselisihan antar para penguasa sekuler. Uskup Roma secara nominal menjadi sekutu sekaligus bagian dari struktur sipil Kekaisaran Byzantium sampai abad ke-8, tatkala Donasi Pepin menjadikan Kota Roma dan daerah sekitarnya tunduk pada kedaulatan Paus, sehingga berdirilah Negara Kepausan yang bertahan hingga tahun 1870. Sebelum itu para paus memang secara de facto adalah penguasa Kota Roma dan daerah-daerah sekitarnya. Selama berabad-abad, Donasi Konstantinus yang dianggap palsu itu juga dijadikan dasar bagi klaim kepausan atas supremasi politik di seluruh bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat.

Dari abad ke abad, klaim paus atas otoritas spiritual makin jelas diekspresikan sejak abad pertama, yang mencapai puncaknya dalam proklamasi infalibilitas kepausan di mana dalam kesempatan-kesempatan tertentu paus berbicara ex cathedra (secara harafiah berarti "dari kursi (Petrus)") pada saat mengeluarkan definisi menyangkut iman atau moral. Terakhir kalinya paus berbicara ex cathedra adalah pada tahun 1950, sewaktu mengeluarkan definisi dari dogma Maria Diangkat ke Surga.


Sejarah
Asal Kata
Kata paus berasal dari bahasa Yunani πάππας yang berarti "Bapak" yang sering ditulis dengan kata "Bapa". Pada awal masa Kekristenan, gelar ini sering dipakai oleh uskup dan imam senior, tetapi dipersempit penggunaannya kepada uskup Roma, yang resmi pada awal abad kesebelas. Gelar ini pada abad ketiga digunakan secara luas oleh uskup-uskup, menyempit penggunaannya pada uskup Roma pada abad keenam dan pada akhir abad kesebelas diresmikan sebagai gelar hanya untuk uskup Roma oleh Gregorius VII.

Takhta Petrus
Umat Katolik mengaku bahwa para Paus, sebagai pengganti Santo Petrus, berdasarkan ajaran Gereja Katolik, yang dijadikan "gembala" oleh Yesus dan "batu karang" dari Gereja Katolik. Petrus tidak pernah menggunakan gelar "Paus" yang baru digunakan tiga abad kemudian, tetapi umat Katolik mengaku bahwa Petrus-lah Paus pertama. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus secara personal menunjuk Petrus sebagai pemimpin Gereja dan dalam konstitusi dogmatis Lumen Gentium membedakan secara jelas antara para rasul dan uskup yang merupakan pengganti para rasul.

Gereja Katolik mengajarkan bahwa dalam kekristenan, seorang uskup melanjutkan para rasul dan Uskup Roma melanjutkan Santo Petrus. Naskah alkitab yang menjadi dasar dari posisi khusus dari Petrus terhadap Gereja adalah perkataan Yesus pada:
"Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Matius 16:18-19)
"Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu." (Lukas 22:31-34)
"Gembalakanlah domba-domba-Ku." (Yohanes 21:17)
Lambang kunci pada emblem kepausan merujuk kepada frase 'kunci kerajaan surga' pada teks tersebut. Beberapa penulis Protestan berargumen bahwa 'batu' yang dimaksud ialah Yesus sendiri ataupun kepercayaan atau iman dari Petrus.


Nicaea sampai Skisma Timur-Barat (325–1054)
Edik Milano (323) memberikan kebebasan beragama bagi masyarakat di Kekaisaran Roma, memulai masa damai Gereja. Pada tahun 325, Konsili Nicaea I mengutuk Arianisme dan pada kanon keenam konsili tersebut mengakui peran khusus takhta Roma, Aleksandria dan Antiokia. Pada tahun 380, kekristenan Nicaea diumumkan sebagai agama resmi Kekaisaran Roma dan "Kristen Katolik" memiliki makna pengikut aliran ini. Ketika gereja-gereja timur dikuasai oleh otoritas sipil sehingga Patriark Konstantinopel memiliki kekuasaan kuat di Timur, Uskup Roma di Barat berhasil mengkonsolidasikan pengaruh dan kekuatan yang dimiliki. Setelah kejatuhan Kekaisaran Roma Barat, kaum barbar memeluk Arianisme atau Katolik; Clovis I, raja kaum Frank, merupakan pemegang kekuasaan barbar pertama yang memeluk Katolik, bukan Arianisme, sehingga bersekutu dengan Kepausan. Suku lainnya, seperti Visigoth, meninggalkan Arianisme dan memeluk Katolik.

Setelah kejatuhan Roma, paus menjadi sumber otoritas dan kesinambungan. Gregorius Agung (540–604) memberlakukan referomasi ketat. Berasal dari keluarga senator, Gregorius bekerja dengan keputusan yang bijak dan disiplin seperti pada masa Romawi kuno. Secara teologis, karya Gregorius menunjukkan perubahan cara pandang klasik menuju pertengahan yang ditandai dengan keajaiban dramatis, relikui, setan, malaikat, hantu dan akhir dunia.
Penerus Gregorius pada umumnya didominasi oleh Eksarkh Ravenna, wakil kaisar Byzantium di Italia. Penghinaan, lemahnya kekaisaran dalam menghadapi perluasan muslim dan ketidakmampuan kaisar dalam melindungi negara kepausan dari kaum Lombard membuat Paus Stefanus II berpaling dari Kaisar Konstantin V kepada kaum Frank. Pepin si Pendek menaklukan kaum Lombard dan memberikan tanah Italia kepada kepausan. Ketika Leo III memahkotakan Karolus Agung, preseden bahwa seseorang tidak akan menjadi kaisar tanpa pemahkotaan oleh paus dimulai.

Sejak abad ke-7, kaum monarki di Eropa terbiasa untuk membangun gereja dan menempatkan imam-imam di tanah mereka yang menyebabkan meningkatnya korupsi dari kaum tertahbis. Praktik lumrah ini terjadi akibat umumnya wali gereja dan penguasa sekuler berperan dalam kehidupan publik. Untuk melawan praktik korupsi yang meluas di gereja ketika tahun 900 – 1050, berbagai tempat, salah satunya Biara Cluni yang pengaruhnya tersebar luas, mendorong terjadinya pembaruan gereja. Paus Gregorius VII menetapkan berbagai peraturan, yang dikenal sebagai Reformasi Gregorius, untuk melawan tindakan-tindakan simoni dan penyalahgunaan kekuasaan sipil dan mendorong disiplin gereja termasuk selibat. Konflik antara paus dan penguasa-penguasa sekuler seperti Kaisar Kekaisaran Romawi Suci Henry IV dan Henry I dari Inggris, yang dikenal sebagai Kontroversi Pentahbisan, yang diselesaikan pada tahun 1122 oleh Konkordrat Worms dengan dekret paus bahwa para tertahbis ditabhiskan oleh pemimpin gereja dan dilantik oleh para penguasa sekuler. Tidak lama kemudiaan, Paus Alexander III memulai serangkaian pembaruan yang berakhir pada penetapan dari Hukum Kanonik.


Sejak awal abad ke-7, kekalifahan telah menguasai Mediterania Selatan dan mengancam kekristenan. Pada tahun 1095, kaisar Byzantine, Alexios I Komnenos, meminta bantuan militer kepada paus Urban II dalam menghadapi invasi Muslim. Urban, pada Konsili Klermon, memulai Perang Salib I untuk membantu Byzantine mendapatkan kembali wilayah Kekristenan kuno, termasuk Yerusalem.

Tahun 867–1049 merupakan titik terendah kepausan. Kepausan dikontrol oleh berbagai fraksi politik. Para paus ditahan, dibunuh dan diturunkan dengan paksa. Beberapa keluarga mendominasi kepausan selama 50 tahun. Bahkan, paus Yohanes XII mengadakan pesta pora di Lateran. Kaisar Otto I dari Jerman berhasil menuduh paus Yohanes XII ke pengadilan gerejawi yang menurunkannya dari kepausan dan memilih paus Leo VIII seorang awam, walaupun usaha ini gagal. Konfik antara paus dan kaisar Kekaisaran Romawi Suci berlanjut serta tindakan simoni berlanjut dan semakin terbuka.

Pada tahun 1049, paus Leo IX terpilih dan menghadapi masalah-masalah kepausan dan gereja. Paus Leo IX mengunjungi berbagai kota di Eropa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dialami oleh gereja. Hal ini memulihkan prestise kepausan di Eropa Utara.


Skisma Timur-Barat sampai Zaman Reformasi (1054–1517)
Gereja Timur dan Barat resmi berpisah pada tahun 1054. Perpecahan ini lebih disebabkan oleh pengaruh politik dibandingkan perbedaan kepercayaan. Paus telah membuat marah kaisar (Byzantium) dengan beraliansi dengan raja Frank, memahkotai rival kaisar Roma (memahkotai kaisar Kekaisaran Romawi Suci), mengambil Eksarkh Ravenna dan memasuki Italia Yunani (Italia Selatan). Pada tahun 1309 sampai 1377, paus bertempat tinggal di Avignon (sekarang di Perancis) bukan di Roma. Kepausan Avignon tercatat akan kerakusannya dan korupsi. Selama masa ini, paus secara efektif merupakan sekutu dari Perancis dan meng-'asing'-kan musuh Perancis, seperti Inggris.

Paus pada awalnya dipahami memiliki kekuatan untuk menarik 'harta' dari para santo dan Kristus, sehingga paus dapat memberikan indulgensia, mengurangi waktu seseorang dalam Purgatorium. Konsep denda atau sumbangan yang diiringi dengan penyesalan, pengakuan dan doa menimbulkan asumsi umum bahwa indulgensia didasarkan pada kontribusi materi secara sekilas. Paus mengecam kesalahpahaman dan penyalahgunaan namun terlalu tertekan oleh pemasukkan untuk mengendalikan indulgensia.

Para paus berebut kekuasaan dengan para kardinal, yang mencoba menetapkan otoritas konsili atas paus. Teori konsiliar menyatakan bahwa otoritas tertinggi berada pada konsili ekuminis/umum bukan paus. Dasar teori ini muncul pada awal abad ke-13 dan memuncak pada abad ke-15. Kegagalan teori konsiliar untuk mendapatkan pengakuan luas setelah abad ke-15 merupakan faktor pendorong terjadinya Reformasi Protestan.

Anti-paus telah mengugat otoritas paus, terutama pada masa skisma Barat (1378–1417). Pada skisma ini, kepausan telah kembali ke Roma dari Avignon, namun seorang anti-paus tetap menjabat di Avignon, seolah-olah untuk memperpanjang kepausan yang ada. Gereja timur terus melemah seiring melemahnya kekuatan Byzantine yang ikut melemahkan klaim kesetaraan Konstantinopel terhadap Roma. Kaisar Byzantine telah dua kali memaksa reunifikasi gereja-gereja timur dengan kepausan. Klaim superioritas kepausan merupakan masalah utama dalam reunifikasi yang menyebabkan kegagalan dalam berbagai kesempatan reunifikasi. Pada abad ke-15, Turki merebut Konstantinopel, sehingga mengakhiri usaha reunifikasi dari gereja-gereja timur dengan kepausan selama beberapa abad.


Zaman Reformasi sampai kini (1517 sampai sekarang)
Pada umumnya, reformator protestan mengkritik kepausan sebagai institusi yang korup dan mengkarakterkan paus sebagai seorang anti-kristus. Paus kemudian membentuk Reformasi Katolik (1560–1648) sebagai jawaban atas Reformasi Protestan dan menetapkan reformasi internal. Konsili Trento, dimulai oleh Paus Paulus III, memuat doktrin dan reformasi yang menjaga keutamaan paus atas faksi-faksi gereja yang berusaha untuk membentuk konsiliasi dengan protestan dan penolak otoritas paus. Secara umum, Primasi dari Petrus, merupakan dasar kepausan, merupakan doktrin yang kontroversial yang tetap memisahkan gereja-gereja Barat dan Timur serta Protestan.

Paus secara perlahan menyerahkan kekuatan temporalnya dan berfokus kepada isu spiritual. Pada 1870, Konsili Vatikan I memproklamasikan dogma infallibilitas paus untuk kesempatan yang sangat jarang paus secara ex cathedra ketika mengumumkan definisi luhur dari kepercayaan dan moral. Pada akhir tahun yang sama, Victor Emmanuel II berhasil merebut Roma dari kepausan dan berhasil menyatukan Italia. Pada 1929, Perjanjian Lateran antara Italia dan Takhta Suci mendirikan negara Vatikan yang menjamin kemerdekaan kepausan dari kekuasaan sekuler. Pada 1950, paus menetapkan "Maria diangkat ke Surga" sebagai dogma yang diumumkan secara ex cathedra sejak infallibilitas paus diumumkan.

Pemilihan
Pada mulanya, para paus dipilih oleh imam-imam senior di dalam dan dekat kota Roma. Pada 1059, pemilih dibatasi hanya oleh kardinal dari Gereja Katolik dan suara individu dari semua kardinal-elektor disamakan pada 1179. Pemilih sekarang dibatasi kepada kardinal yang belum mencapai usia 80 tahun pada hari sebelum kematian atau pengunduran diri paus. Karena seorang paus adalah Uskup Roma, calon paus haruslah orang yang dapat ditabiskan menjadi uskup, yakni para laki-laki Katolik yang telah dibaptis. Paus terakhir terpilih yang tidak status uskup saat itu adalah Paus Gregorius XVI pada tahun 1831, bahkan bukan tertabis adalah Paus Leo X pada tahun 1513, sedangkan paus bukan Kardinal terakhir yang terpilih adalah Paus Urban VI pada tahun 1378. Jika seseorang yang terpilih bukan merupakan seorang Uskup, dirinya haruslah ditabhiskan sebagai seorang Uskup sebelum pemilihannya diumumkan.

Konsili Lyon Kedua pada 7 Mei 1274 dilakukan untuk mengatur pemilihan paus. Konsili tersebut memutuskan bahwa kardinal-elektor haruslah berkumpul dalam waktu 10 hari setelah kematian paus dan tetap terisolir sampai dengan terpilihnya paus yang terpilih yang diputuskan akibat sede vacante selama tiga tahun akibat kematian Paus Clement IV pada 1268. Pada pertengahan abad XVI, proses pemilihan telah berubah menjadi bentuk kini yang mengizinkan variasi waktu antara kematian paus dan berkumpulnya pada kardinal-elektor.
Secara tradisi, pemilihan dilakukan secara aklamasi, seleksi komite atau pemungutan suara. Aklamasi merupakan prosedur yang paling sederhana, hanya disampaikan dengan suara dan digunakan terakhir pada 1621. Paus Yohanes Paulus II menghapuskan pemilihan melalui aklamasi dan seleksi komite dan sehingga pemilihan dilakukan dengan pemungutan suara melalui surat suara oleh Kolegium Kardinal.

Pemilihan paus hampir selalu dilakukan di Kapel Sistine di dalam pertemuan tertutup yang disebut "konklaf" (disebut demikian akibat kardinal-elektor secara teori dikunci, cum clave, yakni dengan kunci, sampai mereka memilih paus baru). Tiga kardinal dipilih dengan undian untuk mengumpulkan suara dari kardinal-elektor yang tidak hadir (karena sakit), tiga kardinal dipilih dengan undian untuk menghitung jumlah suara dan tiga kardinal dipilih dengan undian untuk meninjau perhitungan suara. Surat suara dibagikan dan setiap kardinal-elektor menulis nama pilihanya di kertas tersebut dan berjanji dengan suara keras bahwa dirinya memilih untuk "seseorang di bawah Tuhan yang saya pikir akan terpilih" sebelum melipat dan menaruh surat suaranya di atas lempengan di atas kaliks besar yang ditempatkan di altar.

Kemudian nampan itu digunakan untuk menaruh surat suara ke dalam kaliks sehingga mempersulit pemilih memasukkan beberapa surat suara. Sebelum dibacakan, surat suara dihitung dalam posisi terlipat. Jika jumlah surat suara tidak sama dengan jumlah pemilih, semua surat suara dibakar dalam keadaan tertutup dan pemilihan ulang dilakukan. Selanjutnya surat suara dibacakan dengan keras oleh kardinal yang memimpin pemilihan dan membolong surat suara dengan jarum dan benang yang membuat semua surat suara terikat untuk menjaga akurasi dan kejujuran. Pemungutan suara dilakukan sampai dengan terpilihnya seseorang dengan dua-per-tiga suara.

Kematian
Peraturan yang mengatur mengenai papal interregnum yaitu sede vacante dipromulgasikan oleh Paus Yohanes Paulus II pada dokumen Universi Dominici Gregis pada tahun 1996. Selama periode sede vacante, Kolegium Kardinal secara bersama-sama bertanggung jawab atas pengaturan Gereja dan Vatikan dibawah panduan dari Karmelengo Gereja Katolik. Namun demikian, hukum kanonik melarang para kardinal untuk menetapkan inovasi baru di pengaturan Gereja selama masa sede vacante. Setiap keputusan yang memerlukan persetujuan oleh paus haruslah menunggu terpilihnya dan menjabatnya paus baru.

Pada abad-abad terakhir, ketika paus diputuskan telah meninggal, sebuah tradisi yang dilakukan oleh kardinal-chamberlain adalah memastikan kematian paus dengan cara mengetuk kepala paus tiga kali dengan palu perak dan memanggil namanya setiap palu diketukan. Tradisi tersebut tidak dilakukan pada kematian Paus Yohanes Paulus I dan Paus Yohanes Paulus II. Kemudian kardinal-chamberlain mengambil cincin nelayan paus dan memotongnya menjadi dua di depan para kardinal. Kemudian cap kepausan dirusak agar tidak dapat digunakan kembali dan kediaman resmi kepausan disegel.

Jasad paus kemudian dibaringkan untuk masa penghormatan terakhir sebelum disemayamkan pada crypt (kubur) dari gereja utama atau katedral. Semua paus pada abad ke-20 dan 21 disemayamkan di Basilika Santo Petrus. Masa perkabungan selama sembilan hari (novendialis) kemudian mengikuti.

Pengunduran Diri
Paus terakhir yang mengundurkan diri adalah Paus Benediktus XVI pada tahun 2013. Kitab Hukum Kanonik (KHK) Tahun 1983 menyatakan bahwa pengunduran diri Paus dapat saja terjadi.
"Apabila Paus mengundurkan diri dari jabatannya, untuk sahnya dituntut agar pengunduran diri itu terjadi dengan bebas dan dinyatakan semestinya, tetapi tidak dituntut bahwa harus diterima oleh siapapun." (KHK 1983, Kanon 332 § 2)

Gelar Resmi
Gelar resmi Paus, sesuai dengan yang tercantum pada Annuario Pontificio, adalah: Uskup Roma, Wakil Yesus Kristus, Pengganti Pangeran Para Rasul, Imam Agung Gereja Katolik, Primat Itali, Uskup Agung dan Metropolit Provinsi Roma, Kepala Negara Vatikan, Hamba dari hamba Allah. Gelar yang terkenal, Paus, tidak muncul dalam gelar resmi, tetapi pada umumnya muncul pada judul dokumen gereja dan muncul dalam tanda tangan dalam bentuk singkatan. Jadi, Paus Paulus VI menandatangani dokumen dengan "Paulus PP. VI" dengan PP. merupakan singkatan dari "Papa" ("Paus").

Wakil Yesus Kristus
"Wakil Yesus Kristus" (Vicarius Iesu Christi) merupakan salah satu gelar pada Annuario Pontifico yang umumnya digunakan dalam bentuk singkat "Wakil Kristus" (Vicarius Christi). Walaupun menggunakan kata "wakil", gelar paus ini menunjukkan "keutamaan kepala Gereja di bumi yang membawa keutamaan misi Kristus dan kekuasaan yang diturunkan dari paus" yang ditunjukkan oleh dasar-dasar takhta Petrus.

Catatan pertama penerapan gelar ini tertulis pada sebuah sinode pada tahun 495 dengan merujuk pada Paus Gelasius I. Namun demikian, pada masa tersebut sampai dengan abad ke-9, para uskup menyebut dirinya sebagai wakil Kristus. Pada abad ke-5 dan ke-6, gelar ini dapat merujuk kepada raja dan hakim, terutama kaisar Byzantine. Pada masa abad ke-3, gelar ini oleh Tertullian digunakan untuk menyebut Roh Kudus. Gelar spesifik untuk paus digunakan pada abad ke-13 sesuai reformasi dari Paus Innocentius III yang dapat dilihat pada suratnya kepada Leo I, raja Armenia.

Wakil Kristus dapat saja merujuk kepada para uskup, tidak hanya para paus. Hal ini digunakan pada Konsili Vatikan II sehingga para uskup disebut vicar dan ambassador dari Kristus. Hal ini juga diulang pada ensiklik Ut unum sint oleh Paus Yohanes Paulus II. Namun demikian, gelar wakil Kristus yang disematkan pada uskup berbeda dengan gelar wakil Kristus yang disematkan pada paus yakni gelar pada uskup berarti terhadap gereja lokal namun pada paus berarti gereja secara keseluruhan.

Imam Agung
"Imam Agung" merupakan salah satu gelar yang digunakan oleh paus. Gelar paus ini juga disebut sebagai pontiff yang berasal dari bahasa Latin disebut pontifex bermakna secara leterik sebagai "pembangun jembatan" (pons + facere) dan merupakan anggota dari kolegium utama imam pada masa Romawi kuno. Kata pontifex dimaknai dalam Bahasa Yunani dengan kata ἱεροδιδάσκαλος (ierodidáskalos), ἱερονόμος (ieronómos), ἱεροφύλαξ (ierofýlax), ἱεροφάντης (ierofánti̱s), dan ἀρχιερεύς (archieréf̱s). Kepala dari kolegium tersebut disebut Pontifex Maximus (Pontiff terbesar).

Dalam kekristenan, kata pontifex muncul pada terjemahan Vulgata dari Perjanjian Baru untuk menyatakan imam agung Yahudi (dalam bahasa Yunani, ἀρχιερεύς). Pada mulanya, gelar ini dipergunakan untuk para uskup Kristen, namun menyempit maknanya pada abad ke-11 untuk uskup Roma yang dikatakan "Pontiff Roma". Penggunaan kata yang lama tercermin dalam istilah "Pontifikal Roma", yaitu sebuah buku yang berisi ritus khusus uskup, dan "Pontifikal" (insignia dari uskup).
Annuario Pontificio menulis bahwa salah satu gelar dari paus adalah Summus Pontifex Ecclesiae Universalis yang dapat diterjemahkan menjadi "Uskup Tertinggi/Imam Agung dari Gereja Universal". Para paus juga dapat disebut Summus Pontifex yang berarti "Imam Agung yang Berdaulat".

Pontifex Maximus yang memiliki arti serupa dengan Summus Pontifex, adalah gelar yang umum ditemukan pada inskripsi di bangunan, lukisan, patung dan koin kepausan, yang umumnya disingkat menjadi "Pont. Max" atau "P.M." Jabatan Pontifex Maximus dipegang oleh Julius Caesar dan selanjutnya, Kaisar Roma, sampai Gratian (375–383) menghapusnya. Tertulian, ketika ia masih seorang Montanis, menggunakan kata ini untuk mengejek paus maupun uskup Kartago. Para paus menggunakan gelar ini secara tetap pada abad ke-15.

Hamba dari Hamba Tuhan
Walaupun deskripsi ini telah digunakan oleh berbagai pemimpin Gereja yang lain, seperti St. Agustinus dan St. Benediktus, gelar "hamba dari hamba Tuhan" pertama kali dipergunakan oleh Paus Gregorius Agung sebagai tanggapan untuk merendah atas Patriarkh Konstantinopel Yohanes IV yang menggunakan gelar Patriarkh Ekuminis. Gelar ini kemudian menyempit penggunaannnya kepada paus pada abad ke-12.

Patriarkh Barat
Dari 1863 sampai 2005, Annuario Pontifico mencantumkan gelar Patriarkh Barat. Gelar ini digunakan pertama kali oleh Paus Theodorus I pada tahun 642 dan dipergunakan secara kadang kala. Pada 22 Maret 2006, Vatikan mengeluarkan pernyataan menjelaskan penghapusan gelar ini dengan dasar mengungkapkan "realitas historis dan teologis" dan "menjadi berguna untuk dialog ekumenis". Gelar ini menunjukkan hubungan khusus dan yurisdiksi antara gereja Latin dan paus. Penghapusan gelar ini tidak menunjukkan perubahan hubungan antara Takhta Suci dan Gereja-Gereja Timur yang telah diumumkan oleh Konsili Vatikan II.

Gelar Lainnya
Gelar lainnya yang dipergunakan kepada paus adalah "Bapa Suci" dalam Bahasa Indonesia.


 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar