Konon, asal-usul Kerajaan Sintang bermula dari kedatangan seorang tokoh penyebar agama Hindu dari Semenanjung Malaka (ada pula yang mengatakan berasal dari Jawa) bernama Aji Melayu. Ia datang ke daerah Nanga Sepauk (sekitar 50 km dari Kota Sintang) pada abad ke-4 dan mendirikan perkampungan baru di tempat itu. Bukti-bukti kedatangan Aji Melayu dapat dilihat dari temuan arkeologis berupa Arca Putung Kempat dan batu berbentuk phallus yang oleh masyarakat setempat disebut ‘Batu Kelebut Aji Melayu‘. Putung Kempat adalah istri Aji Melayu yang kemudian menurunkan raja-raja di Sintang. Di daerah ini juga ditemukan batu yang menyerupai lembu serta makam Aji Melayu.
Pendirian Kerajaan Sintang dilakukan oleh Demong Irawan, keturunan kesembilan Aji Melayu, pada abad ke-13 (+ 1262 M). Demong Irawan mendirikan keraton di daerah pertemuan Sungai Melawi dan Sungai Kapuas (yaitu di Kampung Kapuas Kiri Hilir sekarang). Mulanya daerah ini diberi nama senetang, yaitu kerajaan yang diapit oleh beberapa sungai. Lambat laun penyebutan senetang kemudian berubah menjadi sintang. Sebagai lambang berdirinya kerajaan itu, Demong Irawan yang memakai gelar Jubair Irawan I menanam sebuah batu yang menyerupai buah kundur. Batu yang kini berada di halaman Istana Sintang ini oleh masyarakat setempat dianggap keramat dan memiliki tuah.
Pada masa Kerajaan Sintang Hindu, Istana Sintang dibangun berdasarkan arsitektur rumah panjang, rumah khas masyarakat Dayak. Namun, setelah Kerajaan Sintang menganut agama Islam, terutama pada masa pemerintahan Raden Abdul Bachri Danu Perdana, dibangunlah gedung istana yang baru dengan nama Istana Al Mukarrammah. Istana ini dibangun pada tahun 1937 dengan arsitek seorang Belanda. Konstruksi bangunannya masih menggunakan struktur rangka kayu, tetapi dengan pondasi tiang bersepatu beton. Atap istana yang terbuat dari sirap kayu belian juga diperkuat dengan plafon dari semen asbes. Demikian pula dinding istana dilapisi dengan semen setebal + 3 cm. Sampai saat ini, kompleks Istana Sintang masih terawat dengan baik.
Di sebelah barat istana, terdapat bangunan masjid dengan nama Masjid Jamik Sultan Nata Sintang. Di bagian muka masjid itu, terdapat jembatan penyeberangan dari kayu yang menghubungkan masjid dan istana yang dipisahkan oleh jalan beraspal. Jembatan ini dibangun untuk memudahkan raja dan kerabat istana melaksanakan shalat di masjid. Konstruksi awal masjid ini dibangun pada masa Pangeran Tunggal dengan kapasitas sekitar 50 orang. Perbaikan dan perluasan masjid kemudian dilakukan oleh penerusnya, yakni Sultan Nata pada tahun 1672 M.
Masjid Sultan Nata
Selain bangunan istana dan masjid, ciri khas kompleks istana Melayu adalah makam atau tempat peristirahatan terakhir raja. Ada beberapa makam yang dianggap penting dalam perjalanan sejarah Kerajaan Sintang, antara lain: Makam Aji Melayu yang terdapat di Desa Tanjung Ria, Kecamaan Sepauk (sekitar 55 km dari Ibukota Kabupaten Sintang); Makam Jubair Irawan I, raja pertama Kerajaan Sintang, yang terletak di Kelurahan Kapuas Kanan Hilir, Kecamatan Sintang (sekitar 3 km dari Kota Sintang); Makam Raja-raja Sintang di daerah Kampung Sei Durian, Kecamatan Sintang; serta Makam Kerabat Istana yang terletak di belakang Istana Sintang.
Makam Raja-raja Sintang
Dari tepian Sungai Kapuas, lansekap istana ini tampak seperti rumah besar yang anggun dengan dua bangunan pengiring di sisi kanan dan sisi kirinya. Bangunan utama terletak di bagian tengah agak ke depan, sedangkan dua bangunan lainnya mengapit di kedua sisi bangunan utama. Bangunan utama terdiri dari serambi depan, ruang tamu, ruang pribadi sultan, serta serambi belakang. Bangunan pengiring di sisi barat bangunan utama digunakan sebagai ruang istirahat dan ruang keluarga sultan, sementara yang di sisi timur difungsikan sebagai ruang tidur tamu sultan. Secara keseluruhan Istana Al Mukarrammah Sintang memiliki luas bangunan sekitar 652 m2.
Hingga saat ini, Istana Sintang masih digunakan sebagai kediaman sultan, yaitu Pangeran Ratu Sri Negara H.R.M Ikhsan Perdana yang dinobatkan pada 22 Juli 2006. Hanya saja, bangunan pengiring di sisi barat kediaman sultan saat ini digunakan sebagai tempat penyimpanan benda-benda peninggalan Kerajaan Sintang, sementara di sisi timur, selain sebagian digunakan untuk menyimpan foto dan lukisan raja-raja Sintang, juga dimanfaatkan sebagai ruang kelas Taman kanak-kanak (TK) Dara Djuanti.
Dari teras bangunan utama, wisatawan dapat memandang taman rumput yang cukup luas di halaman depan istana, juga dermaga kecil, serta pertemuan aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Berbeda dengan keraton-keraton di Jawa, keraton-keraton Melayu umumnya dibangun di sisi sungai besar. Istana Kadriah Pontianak, Keraton Paku-Surya Negara Sanggau, serta Keraton Ismahayana Landak juga dibangun di tepi sungai. Hal ini menyiratkan bahwa “jalan raya” yang menjadi nadi lalu-lintas utama ketika itu adalah jalur sungai.
Selain dapat menikmati lansekap istana, para pelancong juga dapat menyaksikan berbagai macam benda-benda bersejarah di istana ini. Di halaman istana, Anda dapat menyaksikan sebuah meriam dan situs batu kundur, yaitu sebuah batu peninggalan Demong Irawan sebagai lambang berdirinya Kerajaan Sintang. Di serambi depan istana, para turis dapat melihat salinan Undang-undang Adat Kerajaan Sintang yang dibuat pada masa pemerintahan Sultan Nata (disalin ulang pada tahun 1939) serta silsilah raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Sintang. Sedangkan pada bangunan sisi barat dan timur pengunjung dapat melihat koleksi meriam dalam berbagai ukuran, peralatan-perlatan dari logam (seperti talam, kempu, dan bokor), koleksi senjata seperti tameng dan tombak, naskah Al-Quran tulisan tangan pada masa Sultan Nata, berbagai macam stempel dan surat-surat kerajaan, serta foto-foto dan lukisan Raja-raja Sintang.
Istana ini juga masih menyimpan barang-barang hantaran Patih Logender (seorang perwira dari Majapahit) ketika meminang Putri Dara Juanti (putri Demong Irawan—pendiri Kerajaan Sintang), antara lain seperangkat gamelan, patung garuda dari kayu, serta gundukan tanah dari Majapahit.
Lokasi
Kompleks istana ini terletak di ‘kampung raja‘, yaitu sebutan lain dari Kampung Kapuas Kiri Hilir, Kecamatan Sintang, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
Akses
Untuk mencapai istana ini, anda dapat menggunakan bus atau mobil sewaan dari Kota Pontianak (Ibukota Provinsi Kalbar) menuju Kota Sintang selama + 9 jam. Dari Kota Sintang, tepatnya di Terminal Pasar Durian, wisatawan dapat menumpang perahu motor untuk menyeberang Sungai Kapuas menuju istana.
Selain itu bisa langsung menggunakan kendaran darat melewati jembatan Sungai Kapuas.
Biaya Masuk
Memasuki kompleks Istana Al Mukarrammah Sintang tidak dipungut biaya. Namun, para pelancong dianjurkan untuk menyumbang dana seikhlasnya pada kotak sumbangan yang disediakan di ruang pamer koleksi istana.
Akomodasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar