Kitab
Perjanjian Lama terdiri dari tiga bagian besar yaitu Torah, Nebi’im, dan
Ketubim. Dimana ketiganya memeliki ciri khas tersendiri. Bentuk ketiga yaitu
Ketubim merupakan kumpulan tulisan-tulisan lain yang dianggap penting sehingga
masuk ke dalam kanon. Dalam ketubim terdapat tulisan-tulisan kebijaksanaan
(wisdom writings), yaitu terdiri dari Amsal, Pengkotbah, Ayub, dan juga
terdapat dalam tulisan Aprokrif Ben Sirakh serta Kitab Kebijaksanaan Salomo.
Tulisan-tulisan
kebijaksaan ini bertujuan untuk mengakomodir kehidupan yang berciri khas kepada
suatu keteraturan. Keteraturan yang di maksud ialah kehidupan yang harmoni
dalam hubungan manusia sebagai aktor sosial. Bentuk keteraturan yang diharapkan
ini, di bentuk melalui tulisan sastra yang bermuatan nasihat-nasihat kehidupan.
Menurut Gottwald bentuk sastra ini berkembang melalui tiga cara yaitu; pertama
melalui orang tua (leluhur) dan konselor dalam suku-suku (telah dimulai sejak
jaman konfederasi suku-suku), lalu kedua melalui para imam dan penulis kerajaan
(penulisan dimulai sejak jaman kerajaan bersatu), ketiga melalui orang-orang
yang bukan imam tetapi paham mengenai hukum Musa.
Dan
menurut Gottwald yang paling mungkin menulis sastra ini ialah penulis kerajaan
(goverement scribe). Kaum ini bagi Gottwald ialah orang-orang yang tidak hanya
menaruh perhatian kepada karir mereka saja tetapi juga memberikan keprihatinan
kepada masalah tatanan sosial demi cita-cita keteraturan hidup. Kebijaksanaan ini ada dalam tiga
kitab di atas, dan secara khusus akan di bahas mengenai Amsal.
Amsal
merupakan bentuk sastra kebijaksanaan yang paling tua dan sederhana. Berisi
mengenai nasihat-nasihat untuk hidup benar sesuai tata cara kehidupan yang di
kehendaki oleh Allah. Amsal berasal dari kata Ibrani Masyal, yang merupakan
singkatan dari Misyle syelomoh. Kitab ini langsung menyentuh kepada aspek
fundamental kehidupan manusia. Dimana nilai-nilai kehidupan sosial yang sangat
bersifat opsional tidak otoritatif guna menjalankan bentuk kebijaksanaan itu.
Amsal memberikan pilihan-pilihan etis mengenai suatu komparasi realitas
(contoh: dari pada membunuh lebih baik hidup penuh kasih).
Pilihan
etis ini bersifat perogratif, dimana pembacalah yang berwenang menentukan
pilihan atas keputusan apakah akan menerima etika dari kebijaksanaan itu. Amsal pada dasarnya tidak sekalipun
menyinggung sejarah Israel dan kehebatan Allah mereka kepada bangsa ini. Tujuan
utamanya hanyalah sebuah petuah etis demi keteraturan hidup primodial. Tetapi
tidak salah juga apabila di lihat sesuatu realita yang cukup menarik mengenai
tulisan yang bertujuan kepada keteraturan ini. Ialah kemungkinan tahun
penulisan kitab-kitab ini yaitu menurut Gottwald yang di adaptasi Titaley dalam
tabel Domain Sosio Historis, kitab ini di tulis pada masa Persia atau setelah
orang Yahudi di buang di Babylonia.
Koresh
yang memberikan kemerdekaan terbatas dalam sebuah otonomi khusus bagi daerah
jajahannya menghendaki adanya keteraturan dalam tatanan kerajaan otonom itu.
Dengan memberikan kuasa kepada imam-imam Zadok dan Zerubabel maka orang-orang
Yahudi merdeka secara terbatas. Mereka di kembalikan ke Palestina tetapi harus
hidup di bawah cita-cita Persia. Akan tetapi bentuk sastra seperti ini sudah ada sejak
sebelum Israel menjadi kerajaan dan bahkan sastra dengan bentuk yang sama sudah
berkembang juga di seluruh wilayah Mesopotamia dan Mesir.
Artinya
bentuk sastra ini tidak hanya menjadi milik bangsa Yahudi saja tetapi telah ada
sebagai sebuah bentuk sastra yang umum. Kemudian sisi opsional dari kitab ini
menjadi bagian yang sangat menarik. Mungkin bagi sebagian orang Kristen Amsal
di anggap sebagai kitab aturan Allah selain hukum taurat. Sebagai hukum tentu
memiliki sifat terikat dan otoritatif. Tetapi pada kenyataannya Amsal tidaklah
demikian adanya. Amsal merupakan nasihat yang penuh dengan pilihan-pilihan
untuk melakukan sesuatu berdasarkan hikmat Allah. Hikmat sendiri merupakan
bentuk kebijaksanaan yang memerlukan pengertian.
Artinya
dalam melakukan sesuatu hal harusnya di pahami mengenai dampak yang mengikuti.
Sehingga orang mampu memilih untuk melakukan yang baik dan benar serta tepat
sesuai cita-cita dari nilai etika yang Allah berikan melalui Amsal. Jadi bagi saya, hendaklah pembaca
Amsal jangan terkurung dalam pemikiran lurus bahwa Amsal ialah kitab Hukum.
Amsal sekali lagi memberikan penawaran-penawaran bagi orang muda bahkan setiap
orang. Inilah yang harus di sadari betul oleh pembaca kitab Amsal baik teolog
maupun awam. Bahkan menurut Titaley Amsal tidak ada sangkut pautnya dengan
doktrin agama Yahudi.
Amsal
ialah kitab etika bukan kitab hukum agama. Amsal merupakan destinasi kekecewaan
orang Yahudi atas agamanya. Karena setelah mereka terjajah mereka baru
menyadari bahwa Tuhan bangsa lain ialah Tuhan yang juga kuat. Jadi tidak hanya
YHWH saja yang menjadi utama di dunia seperti yang mereka anggap sebelum mereka
di taklukan kerajaan besar seperti Babylonia dan Persia. Bahkan mereka terjajah
sampai masa Yesus lahir (meskipun pernah merdeka sejenak saat wangsa Hasmonian
berkuasa).
Oleh
karena itu untuk hidup baik agaknya orang Yahudi telah menyadari bahwa tidak
hanya agama yang dapat menyediakan jalan benar. Tetapi sesuatu di luar agama
pun mampu menata hidup mereka untuk tujuan baik dan benar yaitu sebuah pedoman
etika. Ituah yang menjadi latar belakang mengapa Amsal ini begitu penting bagi
bangsa Yahudi setelah mereka di buang.