Rabu, 20 Oktober 2010

Bunda Teresa dari Calcutta


  
“Menurut darah, saya seorang Albania.
Menurut kewarganegaraan, saya seorang India.
Menurut iman, saya seorang biarawati Katolik.
Menurut panggilan, saya milik dunia.
Sementara hati saya, sepenuhnya saya milik Hati Yesus.”
~ Beata Teresa dari Calcutta

Agnes Gonxha Bojaxhiu dilahirkan pada tanggal 26 Agustus 1910 di Skopje, sebagai yang bungsu dari tiga bersaudara putra-putri Bapak Nikola dan Ibu Drane Bojaxhiu. Pada usia delapan belas tahun, bulan September 1928, Agnes masuk Biara Suster-suster Loreto di Irlandia. Ia memilih nama Suster Maria Teresa sebagai kenangan akan St. Theresia Lisieux. Pada bulan Desember, Sr Teresa berangkat ke India dan tiba di Calcutta pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah mengucapkan Kaul Pertamanya pada bulan Mei 1931, Sr Teresa ditugaskan untuk mengajar di sekolah putri St Maria, Calcutta. Pada tanggal 24 Mei 1937, Sr. Teresa mengucapkan Kaul Kekalnya, dan menjadi “pengantin Yesus” untuk “selama-lamanya”. Sejak saat itu ia dipanggil Ibu Teresa. Ia tetap mengajar di sekolah St Maria dan pada tahun 1944 diangkat sebagai kepala sekolah.

Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan kereta api dari Calcutta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunannya, Ibu Teresa menerima “inspirasi”, “panggilan dalam panggilan”-nya. Pada hari itu, dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus akan cinta dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya. “Mari, jadilah cahaya bagi-Ku.” Sejak itu, Ibu Teresa dipenuhi hasrat “untuk memuaskan dahaga Yesus yang tersalib akan cinta dan akan jiwa-jiwa” dengan “berkarya demi keselamatan dan kekudusan orang-orang termiskin dari yang miskin”. Pada tanggal 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya Ibu Teresa tampil mengenakan sari putih dengan pinggiran garis-garis warna biru. Ia keluar melewati gerbang Biara Loreto yang amat dicintainya untuk memasuki dunia orang-orang miskin.

Pada tanggal 21 Desember untuk pertama kalinya Ibu Teresa keluar-masuk perkampungan kumuh India. Ia mengunjungi keluarga-keluarga, membasuh borok dan luka beberapa anak, merawat seorang bapak tua yang tergeletak sakit di pinggir jalan dan merawat seorang wanita sekarat yang hampir mati karena kelaparan dan TBC.  Setiap hari Ibu Teresa memulai hari barunya dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian pergi dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Dia dalam “mereka yang terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi”. Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh, seorang demi seorang, para pengikutnya yang pertama.      

Pada tanggal 7 Oktober 1950, kongregasi Misionaris Cinta Kasih memperoleh pengakuan dari Gereja Katolik dengan persetujuan Paus Pius XII. Awal tahun 1960-an, Ibu Teresa mulai mengutus para susternya ke bagian-bagian lain India. Dekrit Pujian yang dianugerahkan kepada Kongregasi oleh Paus Paulus VI pada bulan Februari 1965 mendorong Ibu Teresa untuk membuka rumah penampungan di Venezuela. Langkah tersebut diikuti dengan langkah serupa di Roma, Tanzania dan pada akhirnya di setiap benua. Pada tahun 1980 hingga 1990, Ibu Teresa membuka rumah-rumah penampungan di hampir di seluruh negara-negara komunis, termasuk Uni Soviet, Albania dan Kuba. Namun demikian, meskipun telah berdaya-upaya, ia tidak pernah dapat membuka satu pun di Cina.

Agar dapat menanggapi kebutuhan kaum miskin, baik jasmani maupun rohani, dengan lebih baik, Ibu Teresa membentuk Kongregasi Para Biarawan Misionaris Cinta Kasih pada tahun 1963, dan pada tahun 1976 membentuk Para Suster Kontemplatif, pada tahun 1979 Para Biarawan Kontemplatif, dan pada tahun 1984 Para Imam Misionaris Cinta Kasih. Ia juga membentuk Kerabat Kerja Ibu Teresa dan Kerabat Kerja Sick and Suffering, yaitu orang-orang dari berbagai kalangan agama dan kebangsaan dengan siapa ia berbagi semangat doa, kesederhanaan, kurban silih dan karya sebagai pelayan cinta kasih. Semangat ini kemudian mengilhami terbentuknya Misionaris Cinta Kasih Awam. Atas permintaan banyak imam, pada tahun 1981 Ibu Teresa juga memulai Gerakan Corpus Christi bagi Para Imam sebagai “jalan kecil kekudusan” bagi mereka yang rindu untuk berbagi karisma dan semangat dengannya.

Mata dunia mulai terbuka terhadap Ibu Teresa dan karyanya. Berbagai penghargaan dianugerahkan kepadanya, mulai dari Indian Padmashri Award pada tahun 1962, Hadiah Perdamaian dari Beato Paus Yohanes XXIII, Nobel Perdamaian pada tahun 1979 dan penghargaan-penghargaan lainnya seperti: Magsaysay (Philipina), Warga Kehormatan India, Albania, USA, Doktor Kehormatan bidang Teologi Kedokteran Manusia dan diberikan kehormatan berpidato di depan Majelis Umum PBB. Di samping itu berbagai media dengan penuh minat mulai mengikuti perkembangan kegiatannya. Ibu Teresa menerima baik penghargaan maupun perhatian dunia “demi kemuliaan Tuhan atas nama orang-orang miskin.”

Sepanjang tahun-tahun terakhir hidupnya, meskipun mengalami gangguan penyakit yang cukup parah, Ibu Teresa tetap mengendalikan kongregasinya serta menanggapi kebutuhan orang-orang miskin dan Gereja. Pada tahun 1997, para biarawatinya telah hampir mencapai 4000 orang, tergabung dalam 610 cabang dan tersebar di 123 negara dari berbagai belahan dunia. Pada bulan Maret 1997, Ibu Teresa memberikan restu kepada Sr. Nirmala MC, penerusnya sebagai Superior Jenderal Misionaris Cinta Kasih. Setelah bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II untuk terakhir kalinya, ia kembali ke Calcutta dan melewatkan minggu-minggu terakhir hidupnya dengan menerima kunjungan para tamu dan memberikan nasehat-nasehat terakhir kepada para biarawatinya.

Pada tanggal 5 September 1997 jam 9:30 malam, hidup Ibu Teresa di dunia ini berakhir. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St. Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu. Ratusan ribu pelayat dari berbagai kalangan dan agama, dari India maupun luar negeri, berdatangan untuk menyampaikan penghormatan terakhir mereka. Ibu Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September. Jenazahnya diarak dalam kereta yang sama yang dulu digunakan mengusung jenazah Mohandas K. Gandhi and Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Calcutta sebelum akhirnya dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta kasih. Segera saja makamnya menjadi tempat ziarah dan tempat doa bagi banyak orang dari berbagai kalangan agama, kaya maupun miskin. Ibu Teresa mewariskan teladan iman yang kokoh, harapan yang tak kunjung padam, dan cinta kasih yang luar biasa. Jawaban atas panggilan Yesus, “Mari, jadilah cahaya bagi-Ku,” menjadikannya seorang Misionaris Cinta Kasih, seorang “ibu bagi kaum miskin”, sebagai simbol belas kasih terhadap dunia, dan sebagai saksi hidup bagi Tuhan yang dahaga.  

26 April 2002, kurang dari dua tahun sejak kematiannya, mengingat reputasi Ibu Teresa yang tersebar luas karena kekudusan dan karya-karyanya, Paus Yohanes Paulus II memberikan persetujuan untuk dimulainya proses kanonisasi Ibu Teresa. Pada tanggal 20 Desember 2002 Bapa Suci menyetujui dekrit keutamaan-keutamaannya yang gagah berani dan mukjizat yang terjadi atas bantuan doanya. 19 Oktober 2003 Paus Yohanes Paulus II memaklumkan Ibu Teresa sebagai “BEATA TERESA dari CALCUTTA”.

“Jangan pernah kita lupa akan teladan mengagumkan yang diwariskan oleh Ibu Teresa, dan marilah kita mengingatnya bukan hanya dalam kata-kata belaka! Melainkan, dengan senantiasa memiliki keberanian untuk memberikan prioritas pada kemanusiaan.”
~ Paus Yohanes Paulus II

Sumber: 1. “Vatican: The Holy See” website; 2. berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar