Paus (dari bahasa
Belanda: paus; bahasa Latin:
papa, "ayah", dari bahasa Yunani:
πάππας, pappas, "ayah") adalah Uskup Roma,
pemimpin spiritual Gereja Katolik, dan kepala negara Kota Vatikan.
Komunitas beriman yang mengakui Suksesi
Apostolik menganggap Uskup Roma sebagai penerus St. Petrus.
Demikian pula umat Katolik meyakini bahwa paus adalah Wakil Kristus, sedangkan
komunitas-komunitas beriman lainnya tidak mengakui Primasi Petrus di antara
para uskup.
Jawatan paus disebut "kepausan"; yurisdiksi gerejawinya disebut
"Tahta Suci"
(bahasa Latin:
Sancta Sedes) atau "Tahta Apostolik" (disebut Tahta Apostolik
atas dasar hikayat kesyahidan Santo Petrus
dan Santo Paulus
di Roma).
Para uskup terdahulu yang menduduki Tahta Keuskupan Roma
digelari "Wakil Petrus"; di kemudian hari para Paus diberi gelar yang
lebih berwibawa yakni "Wakil Kristus"; gelar ini pertama kali
digunakan oleh Sinode Romawi pada tahun 495 untuk menyebut Sri Paus
Gelasius I, seorang penganjur supremasi kepausan di antara para patriark.
Menurut sumber-sumber yang ada, Marselinus
(wafat 304)
adalah Uskup Roma pertama yang menggunakan gelar Paus. Pada abad ke-11,
setelah Skisma Timur-Barat, Gregorius VII menyatakan istilah
"Paus" dikhususkan bagi Uskup Roma.
Yang menjabat sebagai Paus saat ini (yang ke-266) adalah Paus
Fransiskus, yang terpilih dalam Konklaf Kepausan 2013 pada tanggal 13
Maret 2013, menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengakhiri kepausannya
pada tanggal 28 Februari 2013 melalui pernyataan pengunduran diri. Selain
pelayannya dalam bidang spiritual ini, paus sekaligus adalah Kepala Negara
Merdeka dan Berdaulat Kota Vatikan, yaitu sebuah negara-kota yang
seluruhnya dikelilingi oleh Kota Roma, ibukota Negara Italia. Sebelum
tahun 1870, otoritas temporer paus meliputi wilayah yang luas di Italia tengah:
daerah teritorial Negara Kepausan. Kepausan memegang kedaulatan
atas Negara Kepausan sampai penyatuan Italia pada tahun 1870; kesepakatan politik
dengan pemerintah Italia baru tercapai pada Perjanjian Lateran pada tahun 1929.
Selama seribu tahun, para paus sangat berkuasa di Eropa Barat,
memahkotai kaisar-kaisar (Charlemagne adalah kaisar pertama yang
dimahkotai oleh seorang paus), serta menyelesaikan perselisihan antar para
penguasa sekuler. Uskup Roma secara nominal menjadi sekutu
sekaligus bagian dari struktur sipil Kekaisaran
Byzantium sampai abad ke-8, tatkala Donasi Pepin menjadikan
Kota Roma dan daerah sekitarnya tunduk pada kedaulatan Paus, sehingga
berdirilah Negara Kepausan yang bertahan hingga tahun 1870. Sebelum itu para
paus memang secara de facto adalah penguasa Kota Roma dan daerah-daerah
sekitarnya. Selama berabad-abad, Donasi Konstantinus yang
dianggap palsu itu juga dijadikan dasar bagi klaim kepausan atas supremasi
politik di seluruh bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat.
Dari abad ke abad, klaim paus atas otoritas spiritual makin
jelas diekspresikan sejak abad pertama, yang mencapai puncaknya dalam
proklamasi infalibilitas kepausan di mana dalam
kesempatan-kesempatan tertentu paus berbicara ex cathedra
(secara harafiah berarti "dari kursi (Petrus)") pada saat
mengeluarkan definisi menyangkut iman atau moral. Terakhir kalinya paus
berbicara ex cathedra adalah pada tahun 1950, sewaktu mengeluarkan
definisi dari dogma Maria Diangkat ke Surga.
Sejarah
Asal Kata
Kata paus berasal dari bahasa Yunani πάππας yang berarti
"Bapak" yang sering ditulis dengan kata "Bapa". Pada awal
masa Kekristenan, gelar ini sering dipakai oleh uskup dan imam senior, tetapi
dipersempit penggunaannya kepada uskup Roma, yang resmi pada awal abad
kesebelas. Gelar ini pada abad ketiga digunakan secara luas oleh uskup-uskup,
menyempit penggunaannya pada uskup Roma pada abad keenam dan pada akhir abad
kesebelas diresmikan sebagai gelar hanya untuk uskup Roma oleh Gregorius VII.
Takhta Petrus
Umat Katolik mengaku bahwa para Paus, sebagai pengganti Santo Petrus,
berdasarkan ajaran Gereja Katolik, yang dijadikan "gembala" oleh
Yesus dan "batu karang" dari Gereja Katolik. Petrus tidak
pernah menggunakan gelar "Paus" yang baru digunakan tiga abad
kemudian, tetapi umat Katolik mengaku bahwa Petrus-lah Paus pertama. Gereja
Katolik mengajarkan bahwa Yesus secara personal menunjuk Petrus sebagai
pemimpin Gereja dan dalam konstitusi dogmatis Lumen Gentium membedakan
secara jelas antara para rasul dan uskup yang merupakan pengganti para rasul.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa dalam kekristenan, seorang
uskup melanjutkan para rasul dan Uskup Roma melanjutkan Santo Petrus. Naskah
alkitab yang menjadi dasar dari posisi khusus dari Petrus terhadap Gereja
adalah perkataan Yesus pada:
"Engkau adalah Petrus dan di
atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di
dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan
terlepas di sorga." (Matius 16:18-19)
"Simon, Simon, lihat, Iblis
telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk
engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf,
kuatkanlah saudara-saudaramu." (Lukas 22:31-34)
"Gembalakanlah
domba-domba-Ku." (Yohanes 21:17)
Lambang kunci pada emblem kepausan merujuk kepada frase
'kunci kerajaan surga' pada teks tersebut. Beberapa penulis Protestan
berargumen bahwa 'batu' yang dimaksud ialah Yesus sendiri ataupun kepercayaan
atau iman dari Petrus.
Nicaea sampai Skisma Timur-Barat
(325–1054)
Edik Milano (323) memberikan kebebasan beragama
bagi masyarakat di Kekaisaran Roma, memulai masa damai Gereja. Pada tahun 325, Konsili
Nicaea I mengutuk Arianisme dan pada kanon keenam konsili tersebut
mengakui peran khusus takhta Roma, Aleksandria dan Antiokia. Pada tahun 380,
kekristenan Nicaea diumumkan sebagai agama resmi Kekaisaran Roma dan
"Kristen Katolik" memiliki makna pengikut aliran ini. Ketika
gereja-gereja timur dikuasai oleh otoritas sipil sehingga Patriark
Konstantinopel memiliki kekuasaan kuat di Timur, Uskup Roma di Barat berhasil
mengkonsolidasikan pengaruh dan kekuatan yang dimiliki. Setelah kejatuhan
Kekaisaran Roma Barat, kaum barbar memeluk Arianisme atau Katolik; Clovis I,
raja kaum Frank, merupakan pemegang kekuasaan barbar pertama yang memeluk
Katolik, bukan Arianisme, sehingga bersekutu dengan Kepausan. Suku lainnya,
seperti Visigoth, meninggalkan Arianisme dan memeluk Katolik.
Setelah kejatuhan Roma, paus menjadi sumber otoritas dan
kesinambungan. Gregorius Agung (540–604) memberlakukan referomasi ketat.
Berasal dari keluarga senator, Gregorius bekerja dengan keputusan yang bijak
dan disiplin seperti pada masa Romawi kuno. Secara teologis, karya Gregorius
menunjukkan perubahan cara pandang klasik menuju pertengahan yang ditandai
dengan keajaiban dramatis, relikui, setan, malaikat, hantu dan akhir dunia.
Penerus Gregorius pada umumnya didominasi oleh Eksarkh
Ravenna, wakil kaisar Byzantium di Italia. Penghinaan, lemahnya kekaisaran
dalam menghadapi perluasan muslim dan ketidakmampuan kaisar dalam melindungi
negara kepausan dari kaum Lombard membuat Paus Stefanus II berpaling dari
Kaisar Konstantin V kepada kaum Frank. Pepin si Pendek menaklukan kaum Lombard
dan memberikan tanah Italia kepada kepausan. Ketika Leo III memahkotakan
Karolus Agung, preseden bahwa seseorang tidak akan menjadi kaisar tanpa
pemahkotaan oleh paus dimulai.
Sejak abad ke-7, kaum monarki di Eropa terbiasa untuk
membangun gereja dan menempatkan imam-imam di tanah mereka yang menyebabkan
meningkatnya korupsi dari kaum tertahbis. Praktik lumrah ini terjadi akibat
umumnya wali gereja dan penguasa sekuler berperan dalam kehidupan publik. Untuk
melawan praktik korupsi yang meluas di gereja ketika tahun 900 – 1050, berbagai
tempat, salah satunya Biara Cluni yang pengaruhnya tersebar luas, mendorong
terjadinya pembaruan gereja. Paus Gregorius VII menetapkan berbagai peraturan,
yang dikenal sebagai Reformasi Gregorius, untuk melawan tindakan-tindakan simoni dan
penyalahgunaan kekuasaan sipil dan mendorong disiplin gereja termasuk selibat.
Konflik antara paus dan penguasa-penguasa sekuler seperti Kaisar Kekaisaran
Romawi Suci Henry IV dan Henry I dari Inggris, yang dikenal sebagai Kontroversi
Pentahbisan, yang diselesaikan pada tahun 1122 oleh Konkordrat Worms dengan
dekret paus bahwa para tertahbis ditabhiskan oleh pemimpin gereja dan dilantik
oleh para penguasa sekuler. Tidak lama kemudiaan, Paus Alexander III memulai
serangkaian pembaruan yang berakhir pada penetapan dari Hukum Kanonik.
Sejak awal abad ke-7, kekalifahan telah menguasai
Mediterania Selatan dan mengancam kekristenan. Pada tahun 1095, kaisar
Byzantine, Alexios I Komnenos, meminta bantuan militer kepada paus Urban II
dalam menghadapi invasi Muslim. Urban, pada Konsili Klermon, memulai Perang
Salib I untuk membantu Byzantine mendapatkan kembali wilayah Kekristenan kuno,
termasuk Yerusalem.
Tahun 867–1049 merupakan titik terendah kepausan. Kepausan
dikontrol oleh berbagai fraksi politik. Para paus ditahan, dibunuh dan
diturunkan dengan paksa. Beberapa keluarga mendominasi kepausan selama 50
tahun. Bahkan, paus Yohanes XII mengadakan pesta pora di Lateran. Kaisar Otto I
dari Jerman berhasil menuduh paus Yohanes XII ke pengadilan gerejawi yang
menurunkannya dari kepausan dan memilih paus Leo VIII seorang awam, walaupun
usaha ini gagal. Konfik antara paus dan kaisar Kekaisaran Romawi Suci berlanjut
serta tindakan simoni berlanjut dan semakin terbuka.
Pada tahun 1049, paus Leo IX terpilih dan menghadapi
masalah-masalah kepausan dan gereja. Paus Leo IX mengunjungi berbagai kota di
Eropa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dialami oleh gereja. Hal ini
memulihkan prestise kepausan di Eropa Utara.
Skisma Timur-Barat sampai Zaman
Reformasi (1054–1517)
Gereja Timur dan Barat resmi berpisah pada tahun 1054.
Perpecahan ini lebih disebabkan oleh pengaruh politik dibandingkan perbedaan
kepercayaan. Paus telah membuat marah kaisar (Byzantium) dengan beraliansi
dengan raja Frank, memahkotai rival kaisar Roma (memahkotai kaisar Kekaisaran
Romawi Suci), mengambil Eksarkh Ravenna dan memasuki Italia Yunani (Italia
Selatan). Pada tahun 1309 sampai 1377, paus bertempat tinggal di Avignon
(sekarang di Perancis) bukan di Roma. Kepausan Avignon tercatat akan
kerakusannya dan korupsi. Selama masa ini, paus secara efektif merupakan sekutu
dari Perancis dan meng-'asing'-kan musuh Perancis, seperti Inggris.
Paus pada awalnya dipahami memiliki kekuatan untuk menarik
'harta' dari para santo dan Kristus, sehingga paus dapat memberikan
indulgensia, mengurangi waktu seseorang dalam Purgatorium. Konsep denda atau
sumbangan yang diiringi dengan penyesalan, pengakuan dan doa menimbulkan asumsi
umum bahwa indulgensia didasarkan pada kontribusi materi secara sekilas. Paus
mengecam kesalahpahaman dan penyalahgunaan namun terlalu tertekan oleh
pemasukkan untuk mengendalikan indulgensia.
Para paus berebut kekuasaan dengan para kardinal, yang
mencoba menetapkan otoritas konsili atas paus. Teori konsiliar menyatakan bahwa
otoritas tertinggi berada pada konsili ekuminis/umum bukan paus. Dasar teori
ini muncul pada awal abad ke-13 dan memuncak pada abad ke-15. Kegagalan teori
konsiliar untuk mendapatkan pengakuan luas setelah abad ke-15 merupakan faktor
pendorong terjadinya Reformasi Protestan.
Anti-paus telah mengugat otoritas paus, terutama pada masa
skisma Barat (1378–1417). Pada skisma ini, kepausan telah kembali ke Roma dari
Avignon, namun seorang anti-paus tetap menjabat di Avignon, seolah-olah untuk
memperpanjang kepausan yang ada. Gereja timur terus melemah seiring melemahnya
kekuatan Byzantine yang ikut melemahkan klaim kesetaraan Konstantinopel terhadap
Roma. Kaisar Byzantine telah dua kali memaksa reunifikasi gereja-gereja timur
dengan kepausan. Klaim superioritas kepausan merupakan masalah utama dalam
reunifikasi yang menyebabkan kegagalan dalam berbagai kesempatan reunifikasi.
Pada abad ke-15, Turki merebut Konstantinopel, sehingga mengakhiri usaha
reunifikasi dari gereja-gereja timur dengan kepausan selama beberapa abad.
Zaman Reformasi sampai kini (1517
sampai sekarang)
Pada umumnya, reformator protestan mengkritik kepausan
sebagai institusi yang korup dan mengkarakterkan paus sebagai seorang
anti-kristus. Paus kemudian membentuk Reformasi Katolik (1560–1648) sebagai
jawaban atas Reformasi Protestan dan menetapkan reformasi internal. Konsili
Trento, dimulai oleh Paus Paulus III, memuat doktrin dan reformasi yang menjaga
keutamaan paus atas faksi-faksi gereja yang berusaha untuk membentuk konsiliasi
dengan protestan dan penolak otoritas paus. Secara umum, Primasi dari Petrus,
merupakan dasar kepausan, merupakan doktrin yang kontroversial yang tetap memisahkan
gereja-gereja Barat dan Timur serta Protestan.
Paus secara perlahan menyerahkan kekuatan temporalnya dan
berfokus kepada isu spiritual. Pada 1870, Konsili Vatikan I memproklamasikan
dogma infallibilitas paus untuk kesempatan yang sangat jarang paus secara ex
cathedra ketika mengumumkan definisi luhur dari kepercayaan dan moral. Pada
akhir tahun yang sama, Victor Emmanuel II berhasil merebut Roma dari kepausan
dan berhasil menyatukan Italia. Pada 1929, Perjanjian Lateran antara Italia dan
Takhta Suci mendirikan negara Vatikan yang menjamin kemerdekaan kepausan dari
kekuasaan sekuler. Pada 1950, paus menetapkan "Maria diangkat ke
Surga" sebagai dogma yang diumumkan secara ex cathedra sejak
infallibilitas paus diumumkan.
Pemilihan
Pada mulanya, para paus dipilih oleh imam-imam senior di
dalam dan dekat kota Roma. Pada 1059, pemilih dibatasi hanya oleh kardinal dari
Gereja Katolik dan suara individu dari semua kardinal-elektor disamakan pada
1179. Pemilih sekarang dibatasi kepada kardinal yang belum mencapai usia 80
tahun pada hari sebelum kematian atau pengunduran diri paus. Karena seorang
paus adalah Uskup Roma, calon paus haruslah orang yang dapat ditabiskan menjadi
uskup, yakni para laki-laki Katolik yang telah dibaptis. Paus terakhir terpilih
yang tidak status uskup saat itu adalah Paus Gregorius XVI pada tahun 1831,
bahkan bukan tertabis adalah Paus Leo X pada tahun 1513, sedangkan paus bukan
Kardinal terakhir yang terpilih adalah Paus Urban VI pada tahun 1378. Jika
seseorang yang terpilih bukan merupakan seorang Uskup, dirinya haruslah
ditabhiskan sebagai seorang Uskup sebelum pemilihannya diumumkan.
Konsili Lyon Kedua pada 7 Mei 1274 dilakukan untuk mengatur
pemilihan paus. Konsili tersebut memutuskan bahwa kardinal-elektor haruslah
berkumpul dalam waktu 10 hari setelah kematian paus dan tetap terisolir sampai
dengan terpilihnya paus yang terpilih yang diputuskan akibat sede vacante
selama tiga tahun akibat kematian Paus Clement IV pada 1268. Pada pertengahan
abad XVI, proses pemilihan telah berubah menjadi bentuk kini yang mengizinkan
variasi waktu antara kematian paus dan berkumpulnya pada kardinal-elektor.
Secara tradisi, pemilihan dilakukan secara aklamasi, seleksi
komite atau pemungutan suara. Aklamasi merupakan prosedur yang paling
sederhana, hanya disampaikan dengan suara dan digunakan terakhir pada 1621.
Paus Yohanes Paulus II menghapuskan pemilihan melalui aklamasi dan seleksi
komite dan sehingga pemilihan dilakukan dengan pemungutan suara melalui surat
suara oleh Kolegium Kardinal.
Pemilihan paus hampir selalu dilakukan di Kapel Sistine di
dalam pertemuan tertutup yang disebut "konklaf" (disebut
demikian akibat kardinal-elektor secara teori dikunci, cum clave, yakni
dengan kunci, sampai mereka memilih paus baru). Tiga kardinal dipilih dengan
undian untuk mengumpulkan suara dari kardinal-elektor yang tidak hadir (karena
sakit), tiga kardinal dipilih dengan undian untuk menghitung jumlah suara dan
tiga kardinal dipilih dengan undian untuk meninjau perhitungan suara. Surat
suara dibagikan dan setiap kardinal-elektor menulis nama pilihanya di kertas
tersebut dan berjanji dengan suara keras bahwa dirinya memilih untuk
"seseorang di bawah Tuhan yang saya pikir akan terpilih" sebelum
melipat dan menaruh surat suaranya di atas lempengan di atas kaliks besar yang
ditempatkan di altar.
Kemudian nampan itu digunakan untuk menaruh surat suara ke
dalam kaliks sehingga mempersulit pemilih memasukkan beberapa surat suara.
Sebelum dibacakan, surat suara dihitung dalam posisi terlipat. Jika jumlah
surat suara tidak sama dengan jumlah pemilih, semua surat suara dibakar dalam
keadaan tertutup dan pemilihan ulang dilakukan. Selanjutnya surat suara
dibacakan dengan keras oleh kardinal yang memimpin pemilihan dan membolong
surat suara dengan jarum dan benang yang membuat semua surat suara terikat
untuk menjaga akurasi dan kejujuran. Pemungutan suara dilakukan sampai dengan
terpilihnya seseorang dengan dua-per-tiga suara.
Kematian
Peraturan yang mengatur mengenai papal interregnum
yaitu sede vacante dipromulgasikan oleh Paus Yohanes Paulus II pada
dokumen Universi Dominici Gregis pada tahun 1996. Selama periode sede
vacante, Kolegium Kardinal secara bersama-sama bertanggung jawab atas
pengaturan Gereja dan Vatikan dibawah panduan dari Karmelengo Gereja Katolik.
Namun demikian, hukum kanonik melarang para kardinal untuk menetapkan inovasi
baru di pengaturan Gereja selama masa sede vacante. Setiap keputusan
yang memerlukan persetujuan oleh paus haruslah menunggu terpilihnya dan
menjabatnya paus baru.
Pada abad-abad terakhir, ketika paus diputuskan telah
meninggal, sebuah tradisi yang dilakukan oleh kardinal-chamberlain adalah
memastikan kematian paus dengan cara mengetuk kepala paus tiga kali dengan palu
perak dan memanggil namanya setiap palu diketukan. Tradisi tersebut tidak
dilakukan pada kematian Paus Yohanes Paulus I dan Paus Yohanes Paulus II.
Kemudian kardinal-chamberlain mengambil cincin nelayan paus dan memotongnya
menjadi dua di depan para kardinal. Kemudian cap kepausan dirusak agar tidak
dapat digunakan kembali dan kediaman resmi kepausan disegel.
Jasad paus kemudian dibaringkan untuk masa penghormatan
terakhir sebelum disemayamkan pada crypt (kubur) dari gereja utama atau
katedral. Semua paus pada abad ke-20 dan 21 disemayamkan di Basilika Santo
Petrus. Masa perkabungan selama sembilan hari (novendialis) kemudian
mengikuti.
Pengunduran Diri
Paus terakhir yang mengundurkan diri adalah Paus Benediktus
XVI pada tahun 2013. Kitab Hukum Kanonik (KHK) Tahun 1983 menyatakan bahwa
pengunduran diri Paus dapat saja terjadi.
"Apabila Paus mengundurkan diri dari jabatannya, untuk
sahnya dituntut agar pengunduran diri itu terjadi dengan bebas dan dinyatakan
semestinya, tetapi tidak dituntut bahwa harus diterima oleh siapapun."
(KHK 1983, Kanon 332 § 2)
Gelar Resmi
Gelar resmi Paus, sesuai dengan yang tercantum pada Annuario
Pontificio, adalah: Uskup Roma, Wakil Yesus Kristus, Pengganti Pangeran
Para Rasul, Imam Agung Gereja Katolik, Primat Itali, Uskup Agung dan Metropolit
Provinsi Roma, Kepala Negara Vatikan, Hamba dari hamba Allah. Gelar yang
terkenal, Paus, tidak muncul dalam gelar resmi, tetapi pada umumnya muncul pada
judul dokumen gereja dan muncul dalam tanda tangan dalam bentuk singkatan.
Jadi, Paus Paulus VI menandatangani dokumen dengan "Paulus PP. VI"
dengan PP. merupakan singkatan dari "Papa" ("Paus").
Wakil Yesus Kristus
"Wakil Yesus Kristus" (Vicarius Iesu Christi)
merupakan salah satu gelar pada Annuario Pontifico yang umumnya
digunakan dalam bentuk singkat "Wakil Kristus" (Vicarius Christi).
Walaupun menggunakan kata "wakil", gelar paus ini menunjukkan
"keutamaan kepala Gereja di bumi yang membawa keutamaan misi Kristus dan
kekuasaan yang diturunkan dari paus" yang ditunjukkan oleh dasar-dasar
takhta Petrus.
Catatan pertama penerapan gelar ini tertulis pada sebuah
sinode pada tahun 495 dengan merujuk pada Paus Gelasius I. Namun demikian, pada
masa tersebut sampai dengan abad ke-9, para uskup menyebut dirinya sebagai wakil
Kristus. Pada abad ke-5 dan ke-6, gelar ini dapat merujuk kepada raja dan
hakim, terutama kaisar Byzantine. Pada masa abad ke-3, gelar ini oleh
Tertullian digunakan untuk menyebut Roh Kudus. Gelar spesifik untuk paus
digunakan pada abad ke-13 sesuai reformasi dari Paus Innocentius III yang dapat
dilihat pada suratnya kepada Leo I, raja Armenia.
Wakil Kristus dapat saja merujuk kepada para uskup, tidak
hanya para paus. Hal ini digunakan pada Konsili Vatikan II sehingga para uskup
disebut vicar dan ambassador dari Kristus. Hal ini juga diulang
pada ensiklik Ut unum sint oleh Paus Yohanes Paulus II. Namun demikian,
gelar wakil Kristus yang disematkan pada uskup berbeda dengan gelar wakil
Kristus yang disematkan pada paus yakni gelar pada uskup berarti terhadap
gereja lokal namun pada paus berarti gereja secara keseluruhan.
Imam Agung
"Imam Agung" merupakan salah satu gelar yang
digunakan oleh paus. Gelar paus ini juga disebut sebagai pontiff yang
berasal dari bahasa Latin disebut pontifex bermakna secara leterik
sebagai "pembangun jembatan" (pons + facere) dan
merupakan anggota dari kolegium utama imam pada masa Romawi kuno. Kata pontifex
dimaknai dalam Bahasa Yunani dengan kata ἱεροδιδάσκαλος
(ierodidáskalos), ἱερονόμος (ieronómos), ἱεροφύλαξ (ierofýlax), ἱεροφάντης
(ierofánti̱s), dan ἀρχιερεύς (archieréf̱s). Kepala dari kolegium
tersebut disebut Pontifex Maximus (Pontiff terbesar).
Dalam kekristenan, kata pontifex muncul pada
terjemahan Vulgata dari Perjanjian Baru untuk menyatakan imam agung Yahudi
(dalam bahasa Yunani, ἀρχιερεύς). Pada mulanya, gelar ini dipergunakan
untuk para uskup Kristen, namun menyempit maknanya pada abad ke-11 untuk uskup
Roma yang dikatakan "Pontiff Roma". Penggunaan kata yang lama
tercermin dalam istilah "Pontifikal Roma", yaitu sebuah buku
yang berisi ritus khusus uskup, dan "Pontifikal" (insignia
dari uskup).
Annuario Pontificio menulis bahwa salah satu gelar dari
paus adalah Summus Pontifex Ecclesiae Universalis yang dapat
diterjemahkan menjadi "Uskup Tertinggi/Imam Agung dari Gereja
Universal". Para paus juga dapat disebut Summus Pontifex yang
berarti "Imam Agung yang Berdaulat".
Pontifex Maximus yang memiliki arti serupa dengan Summus
Pontifex, adalah gelar yang umum ditemukan pada inskripsi di bangunan,
lukisan, patung dan koin kepausan, yang umumnya disingkat menjadi "Pont.
Max" atau "P.M." Jabatan Pontifex Maximus
dipegang oleh Julius Caesar dan selanjutnya, Kaisar Roma, sampai Gratian
(375–383) menghapusnya. Tertulian, ketika ia masih seorang Montanis,
menggunakan kata ini untuk mengejek paus maupun uskup Kartago. Para paus
menggunakan gelar ini secara tetap pada abad ke-15.
Hamba dari Hamba Tuhan
Walaupun deskripsi ini telah digunakan oleh berbagai
pemimpin Gereja yang lain, seperti St. Agustinus dan St. Benediktus, gelar
"hamba dari hamba Tuhan" pertama kali dipergunakan oleh Paus
Gregorius Agung sebagai tanggapan untuk merendah atas Patriarkh Konstantinopel
Yohanes IV yang menggunakan gelar Patriarkh Ekuminis. Gelar ini kemudian
menyempit penggunaannnya kepada paus pada abad ke-12.
Patriarkh Barat
Dari 1863 sampai 2005, Annuario Pontifico
mencantumkan gelar Patriarkh Barat. Gelar ini digunakan pertama kali oleh Paus
Theodorus I pada tahun 642 dan dipergunakan secara kadang kala. Pada 22 Maret
2006, Vatikan mengeluarkan pernyataan menjelaskan penghapusan gelar ini dengan
dasar mengungkapkan "realitas historis dan teologis" dan
"menjadi berguna untuk dialog ekumenis". Gelar ini menunjukkan
hubungan khusus dan yurisdiksi antara gereja Latin dan paus. Penghapusan gelar
ini tidak menunjukkan perubahan hubungan antara Takhta Suci dan Gereja-Gereja
Timur yang telah diumumkan oleh Konsili Vatikan II.
Gelar Lainnya
Gelar lainnya yang dipergunakan kepada paus adalah
"Bapa Suci" dalam Bahasa Indonesia.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar